Sunday, September 5, 2010

FAJAR SYAWAL YANG BERKACA DI UFUK TIMUR

bicara bayu membelai singgah di ranting diam seperti petang
sangat garang baginya; masa lalu dipenuhi lampu-lampu pecah
berserakan di lantai dan sayap-sayap patah; kebahagiaan
terbelenggu pada langit yang menggambar sejumlah wajah kelabu;
nasib luka tersedu-sedu

kini aku rindu memeluk orang-orang ketawa; sejuta kembang
tumbuh mesra di matamu
menerbitkan kasidah merdu semanis fajar Syawal di ujung muara
suara Ramadan
saat manis kemenangan dalam perjuangan
mematahkan setiap ranting godaan nafsu
yang selalu ingin merosakkan citra kemanusiaan sang hamba Tuhan
yang hakiki
(semoga besok masih ada jalan
yang menyampaikan aku di tebing Ramadan
yang telah banyak mengasuh dan mendidik
menjadi insan yang matang)


fajar Syawal yang berkaca di ufuk timur
adalah salam wangi yang dihulur
maniskan hubungan persaudaraan; segumpal sosok insan
yang telah gugur daun-daun dari pohon dosanya
lalu menjelma mawar putih wangi; “Selamat hari raya
Idul Fitri” ucapmu penuh kebiruan langit
lewat telepon
seperti memanggilku segera pulang
mendapatkanmu yang masih biru
yang setia menunggu

aku kan degupkan ombak-ombak di laut
memburu hilang segala pedih peri
cengkam luka ini

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[TERSIAR DI HARAKAH EDISI 6 – 9 SEPTEMBER 2010]

ADA SAATNYA MENJADI BIJAKSANA DENGAN MEMILIH BERDIAM DIRI

ada saatnya menjadi bijaksana
dengan memilih berdiam diri di batu nisan
yang selalu bermurah hati menyedarkan kita tentang maut
begitulah juga putihnya rambut; si bocah kecil
jiwanya seputih kapas tak tercela
tidur pulas dalam buaian (nanti terjaga, tunjukkanlah
jalan yang mampu menyampaikannya ke wilayah selamat
dan bergaul dengan golongan orang-orang dalam rangkum redha-Nya
dengan penuh tanggungjawab dan kasih sayang
yang tetap menyala tak bertepi)

bila kata-kata sedang ingin menjadi kasar
malang lagi terdengar kurang ajar
bila hati dijentik kebimbangan akan tercetusnya perbalahan
yang memang tidak diingini
bila marah tengah membuak-buak;
taufan menggila
boleh meruntuhkan jembatan persahabatan

karya,
Mohd Adid Ab Rahman

[Tersiar di Majalah Perempuan Bilangan 244, September 2010]



BULAN GERHANA BERTENGGEK IBA DI LANGITMU

bulan gerhana bertenggek iba di langitmu
mematahkan ranting-ranting dari pohon yang tumbuh
di taman bahagia; menyerupai segelintir anak-anak muda
yang kesasar memilih lorong
lalu tersesat dalam seribu temaram yang berserakan
di senja terakhir

raut wajah & bibirmu telah puluhan tahun
menyentuh musim-musim garing; bercerita tentang seribu asap
memadati ruang udara
menyesakkan nafas
dalam paru-paru ada seribu bulan gerhana
sabarlah dalam ketekunan
menghantarnya ke wilayah kehampaan
lidah kelu
nadi membeku
selepas itu raikan sejuta bunga yang segar, cantik dan menarik
yang datang memadamkan rindu dan dahaga bertahun-tahun menggigit
o…damainya hidup
selalu tertuang dalam doa
yang tak menemukan kebekuan
pada sungai yang berhenti mengalir
melengkapi lanskap musim kemarau

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[Telah tersiar di Majalah Perempuan, edisi 244 September 2010]

SEPERTI HALNYA SUNGAI PANJANG

Seperti halnya sungai panjang
rinduku mengalir namun entah di mana ia menyimpan muara
menjadi rahsia paling dalam tak terbongkarkan
saat mengirim maut siapakah yang tahu?

Sebuah perjalanan yang merempuh sejuta liku
mencelahi sejuta batu
dengan ketabahan batu
sebelum mencapai lenyap sudah derita lara
bermesra dengan kemenangan di ujung kaki
seperti bulan muncul di balik mega mendung
menghulurkan salam penuh bersahabat;
seikat keinsafan tumbuh di kalbu
ingin bebas dari kesesatan di hutan;
suara suci mengajak balik ke pangkal jalan.


karya,

Mohd Adid Ab Rahman
Selandar, Melaka

[Telah tersiar di Majalah Perempuan Sept 2010. Bilangan 244]



BUMI PALESTIN

Bumi Palestin
bernafas tersekat-sekat dalam cengkeram onak berbisa
merentasi keluasan gurun pasir cukup sukar
seakan tak menemukan lagi daun-daun malam
yang gugur di lidah kelu

Anak-anak di dadamu terdera terus agenda busuk zionis
yang telah lupus kemanusiaan
yang terlampau sempurna kebiadaban
ditindas di segenap sudut
ekonomi,kesejahteraan, kemerdekaan
setiap detik berbicara
bumi para anbia ini bermandikan darah
yang tumpah
begitu mudah
begitu murah


Bumi Palestin
tersedu di langit berawan kelabu
seperti semalam juga, hari ini masih menunggu
kalau ada angin yang datang
lalu menyingkirkan awan duka
kedaerah paling jauh dan tersunyi
seperti terselit di doa-doa putih
kaum muslimin


karya,

Mohd Adid Ab Rahman
SMKSelandar, Melaka.

[Telahdisiarkan dalam Harakah, edisi 23 – 26 Ogos 2010]



BUKALAH KEMBALI PINTU DARI KITAB TUA

senja telah mengambil jejak daun gugur
menutup pintu rumah sebaik malam seperti sepasang matamu
saat lena; kitab tua tergeletak pucat di atas lemari usang
berhabuk (kecuali barudibuka ketika ada jiran
atau saudara yangmenutup usia)
kini benar orang-orang pada leka bermain-main
dengan gemerlap duniawi
yang pasti kan padamnanti
seperti bara dihempas hujan deras
sungguh telah mengirim sejuta tikam ke hati
kisah buruk di langitkelabu
pembuangan bayi takberdosa ke longgokan sampah
seumpama nasi basi;kanak-kanak mati
gara-gara didera keterlaluan melepasi angkasa perikemanusiaan
nilai sebuah kasih-sayang telah meranggas dari hati manusia
akhlak tercacah jahiliah kembali membudaya di sela-sela zaman kini

bukalah kembali pintu dari kitab tua
minta segala nasihat dan petuanya
yang tetap segar
agar kaki melangkah terarah
di bawah curahan cahaya matahari
begitu jelas antara jalan kebenaran dengan jalan kesesatan
dengan menggunakan pertimbangan akal yang waras
pasti kau mampu tetapkan pilihan yang paling tepat

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[Telah tersiar diMedia Terkini edisi 1 September 2010]


Komen · SukaTidak suka · Kongsi

RAMADAN MUNCUL LAGI DIJENDELA

sejuta mawar ketawa dibibir kekasih
memaknai harapan membiru langit
adalah rumah masa depan di dalamnya lenyap sudah jerit derita
seperti bara dihempas hujan deras
senantiasa mengisi relung ingatan
menyuburkan pohon-pohon rindu
di kebun kalbu

Ramadan muncul lagi dijendela
bersama segenggam kabar gembira
hanya sekelompok besarkelip-kelip
menerbitkan pesta cahaya
terjaga di tengah muara kelam
begitu jelas cukup menawan
senada dengan seberkas bianglala
berenang-renang leka di kolam bening tenang
hati siapa disapa hidayah-Nya?

ganjaran pahaladiperlipatganda
hingga tak terkira dalamgenggam rahasia-Nya
doa-doa dimakbulkantentu
pintu syurga dibukaseluas-luasnya
pintu neraka dikatupserapat-rapatnya
para syaitan derhaka dan pengkhianat dirantai hina
apakah kau tidak mampu membelenggu nafsu
yang selalu memburu diri?

Ramadan,
munculmu di jendela sangat kunanti
pergimu ke titik lenyap tentu ditangisi
akan menyisakan sebuah rindu
yang terlalu murni
menguasai hati

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Selandar, Melaka

[TERSIAR DI BERITA HARIAN, 21 OGOS 2010]

SUNGAIKU SEGERA MENGALIR TERINGAT

suatu ketika ada sepasang gerimis

bagai sayap-sayap teriris

bagai atap yang tiris

menyusup masuk ke kampung kami

yang sedang-sedangnya menikmati secawan petang permai

menggambar peristiwaterluka

lalu sungaiku segera mengalir teringat

matamu basah dihentam hujan dari musim tengkujuh

yang besarkan gelora di laut china selatan

nasib nelayan kecil kembali membusuk

dan aku pun datang membawa setangkai bujuk



nun si pengemis tergeletak lirih

di sudut paling tak terpandang

dijepit derita kemiskinan yang bukan dipinta

serta kebimbangan membadai apakah besok masih ada

perut berisi seperti burung pulang saban petang

lalu sungaiku segera mengalir teringat

bangsaku di rumah semalam diseksa sang penjajah

menjadi pengemis ditanah air sendiri

kini sudah berakhir;solat disudahi dengan salam

rutin kewajiban seorang hamba terhadap Tuhan



ketika menekuni ibadah puasa bulan Ramadan

lalu sungaiku segera mengalir teringat

orang-orang kelaparan di wilayah dilanda musim kemarau

atau peperangan sedang berkecamuk

Tuhan, kami sangat bersyukur

hidup di sebidang tanah ini

belum pernah berasa lapar dahaga



karya,

mohd adid ab rahman

smk selandar, melaka.



[tersiar di harakah edisi 20 – 22 Ogos 2010]



RAMADHAN MENDEPANGKAN SAYAPNYA

I

Ramadhan mendepangkan sayapnya dengan cukup ramah sang kekasih

yang tak miskin senyuman bak ungkapan keikhlasan hati yang menyatu

dengan warna embun

bersama titah perintah suci daripada yang Maha Kuasa



II

bagi mereka yang rindunya menyentuh langit biru

pada seikat redha dan seikat cinta-Nya pasti saja berlumba-lumba

melompat ke ruang menekuni ibadah puasa

dengan sabar yang luas laut sukar menemukan tepi

dan iman yang memiliki getar lembut tersyahdu

terpesong dari dedaun gugur mengukur takdir

atau seperti pengembaraan pengabdian sang 'abid

yang tak sudah-sudah



III

pada bulan puasa kutemukan seorang soleh

yang banyak menyimpan nasihat dan teguran

senantiasa mendidik jiwa yang batu menjadi bayu

bersinar molek dipinjam dari sejuta bintang

yang terpasang santun di kelapangan langit

selalu juga mengingatkan aku tentang orang-orang di seberang

terjepit kemiskinan tegar

terbiasa digigit dahaga lapar



IV

Ramadhan datang bersama kereta

akan menghantar siapa saja yang mahu

ke wilayah para muttaqin



karya,

mohd adid ab rahman

smk selandar, melaka.



[tersiar di Utusan Melayu Mingguan: 16 Ogos, 2010]



KAUPUN PERGI KE ARAH TIADA

kaupun pergi ke arah tiada; tenggelam ditelan ombak
seperti matahari mencampakkan diri ke dalam kolam seribu sunyi
peristiwa yang selalu muncul saban senja terakhir; kuntum rahasia
yang manis mengisi cahaya abadi
di bibir gadis itu

telah meninggalkan riak-riak pilu
dan seribu hati disayat sembilu
terpaksa kukunyah
bersama mata yang basah
walaupun kutahu pasti
esok matahari kan terbit meriahkan pagi
burung tak mungkin terbang bila sayapnya patah
daun-daun terlentang di lantai
kalau kembali ke ranting semula
adalah satu pembohongan yang besar
dan tak boleh dimaafkan

pemergianmu hari ini memberi isyarat
setiap yang hidup pasti mengakhirkan ayat-ayat
apakah kita tidak terlibat berasa cemas
setiap orang tak ada yang lepas
entah besok atau lusa
mendegupi gilirannya siapa pula?

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[SIASAH 8 - 14 OGOS, 2010]

SEBIDANG TANAH PUSAKA

Sebidang tanah pusaka
ditumbuhi kembang yang membawa lagu damai
hijau subur membayangkan akhlak terpuji
pakaian peribadi orang-orang kita sejak dulu
meniti megah di permatang kemajuan

gaya hidup masyarakat sudah berubah warna
dari gelap kepada wanginya tamadun manusia
mengikut arus zaman; janji tercetus lembut
di antara dua hati yang dimabukkan cinta
o…cukup mempesonakan

kita telah sepakat menuangkan bakti suci
pada sebidang tanah pusaka demi cinta
biar tidak mengalami peristiwa hitam mendung;
daun gugur; bulan gerhana di ranting kering
dan keperitan sungai mengalir di musim garing
kita tak kan biarkan
sejarah luka di jalan-jalan semalam
sebidang tanah pusaka
tergadai dan terseksa di bawah kerakusan
sang penjajah

karya,
mohd adid ab rahman
smk selandar, melaka.

[TELAH DISIARKAN OLEH BERITA HARIAN
24 JULAI, 2010]

MALAM BASAH SELEPAS HUJAN

malam basah selepas hujan begitu sepi dan dingin
di wajahmu sudah sekian musim mengeja luka
seperti kenangan yang tersangkut di ranting kering
pohon digodam kemarau yang bertamu
dalam keangkuhan tak tertahan
seringkali mencacah hatiku

harapan yang mengisi kolum hati
akan menghilang bersama sejuta kecantikannya
seperti asap
seperti air yang meresap
jika tidak dikejar dengan tekun dan sabar
atau tak sanggup bertarung dengan onak & ribut
yang menterjemahkan kepayahan-kepayahan yang menyakitkan

sekuntum mawar tersedu-sedu
di atas pusara
keindahannya pada seribu pujian dan sanjungan
terlanjur menyentuh layu sebelum hari benar-benar senja
milik siapa?

Karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Tmn Jus Perdana, Melaka

[Tersiar di Majalah Perempuan Julai 2010]

KAMI RINDU KETAWA

kami bertungkus-lumus tanpa terminal bas
di kota yang miskin ketenangan yang hanya sedikit tersisa di genggaman malam
demi mendirikan rumah masa depan; sekuntum mawar tersenyum sang gadis
paling santun wangi sekelilingnya tak dimakan rayap
(yang sulit ditemukan di sela-sela daun
zaman moden dan serba canggih)
kalau pun tak mampu memilikinya
setidak-tidaknya kau berada di kerusi rasa kagum

kami sadar
hidup bukan untuk bermalas dan terhindar dari kesibukan berusaha
nescaya mimpi kan menjauh di dunia tak nyata! Tapi satu perjuangan
yang meminta pengorbanan demi pengorbanan yang tak bertepi
pada sebuah langit

kami sudah lama mengembara di keluasan padang sengsara
saban hari mengejar satu waktu kan menutup pintu
kami rindu ketawa
sesedap sinar purnama!

Karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[Berita Harian 17/7/2010]

AZAM BULAN

azam bulan mengendap dalam batinku; seberkas
pesan yang tersorot dari lidah ustaz
: menyingkirkan sampah, najis dan duri dari jalan
adalah sikap terpuji asuhan para nabi
dan selalu insaf
jika usia sudah mengicau burung bertenggek di ranting tua
yang sebentar lagi bakal menemukan pelita terpadam di sudut

pasti hari ini aku lebih baik dari semalam
dan esok lebih baik dari sekarang
senantiasa berlomba untuk memeluk hamba yang taat
& jiwa kaya takwa
jalani amanah sang khalifah sebaik-baiknya di bumi ini
sebagai mana termaktub dalam peta kehendak-Nya
itulah azam bulan
di langit


karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Melaka.
[TERSIAR DI MEDIA TERKINI 15 JULAI, 2010]

PADA HAL INDUK AYAM PUN TAHU

si comel itu
yang belum ada calitan warna dan bercorak
baru saja sampai di dunia dari wilayah yang jauh
namun dicampakkan ke longgokan sampah duka
bersama sifat kasihsayang pemberian Tuhan bagi setiap ibu
dengan segala rasa tak perlu
lalu berlalu dengan langkah seribu
dengan harapan dapat mengunci pintu malu
lantaran terlanjur mengandung secara tak rasmi
gara-gara semalam gairah mengenyangkan nafsu
o…sungguh buruknya tingkahlaku manusia
menyimpang dari lorong-lorong Nabi

pada hal induk ayam pun tahu
mengembangkan kepak melindungi anak-anak kecil
memaknai arti kasihsayang yang sejati
yang tak berbagi-bagi

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Selandar, Melaka.

[Tersiar di Utusan Melayu Mingguan 5 Julai, 2010]

KEPADA BENING SUBUH YANG MENGALIR

kepada bening subuh yang mengalir ke arah muara,
aku hanyutkan hati; puisi yang garing
tergeletak di lantai;
padang tandus; orang-orang lalai
sungguh tak berguna di muka bumi ini
biar melukis langit pagi
yang sarat warna dan cahaya takwa

akan kuhadapkan dada kepada sepanjang sisa perjalanan
sampai bersua orang-orang yang patuh
yang tak lepas rangkum kasih dan redha-Nya

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Tmn Jus Perdana, Melaka.
24/11/2009

[Tersiar di Harakah 2- 4 JulAI, 2010]

SUNGGUH NGILU

1
sedu-sedan burung-burung kehilangan rimba
tempat tumpah darahnya gara-gara tangan-tangan manusia
yang hanya mementingkan perut dan poket sendiri
sungguh ngilu
orang-orang leka bermain-main di padang permainan
berhibur dan bersukaria semacam rama-rama & bunga
lupakan surau
tak ingat untuk berdoa pada Tuhan

2
lihatlah raut wajah di depan kaca
bukankah berkembang hanya sehari saja
selepas itu gugur
tinggalkan pohon
sungguh ngilu
jika diri dipenuhi debu-debu
yang jijik

3
sebelum penyesalan jadi sia-sia
sebelum airmata tak sedikitpun berguna
andamlah hati
dandanlah wajah
sehingga tampil sebagai sang hamba yang taat
menjadi insan yang sangat dirindui-Nya

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
SMK Selandar, Melaka.

[Tersiar di Harakah edisi Jumaat 25 Jun 2010]

MENUJU KEBEKUAN

matahari kian menguasai catatan suram
memadam pelita di sudut; alangkah baiknya
perangai buruk paling sempurna ditinggalkan
demi merengkuh diri yang berharga
di puncak gunung
yang sarat bunga-bunga kemuliaan

langkah kaki
menuju kebekuan
pada saat yang sangat pasti
sebelum embun pagi
yang basahkan daun secara percuma
menemukan lidah kelu
biarlah diri bersama sejumlah bekalan yang mencukupi
keperluan di hari yang abadi

karya,
Mohd Adid Ab Rahman
Selandar, Melaka.

[TERSIAR DI MINGGUAN WARTA PERDANA,
27 JUN, 2010]